ACARA KHATAMAN A'TAQO ( SURAT AL-IKHLAS 100.000x) DAN ISTIGHOTSAH AKBAR KE-22 AKAN DISELENGGARAKAN PADA TANGGAL 1-2 JUNI 2016.

KH. MOH. ZAINURI, MK

KH. MOH. ZAINURI Adalah sosok yang kharismatik, mengajarkan kepada santrinya tentang kebijaksanaan hidup, pentingnya kebijaksanaan yang harus tertanam kepada manusia.

Tanpa kebijaksanaan, ilmu bisa menjadi bencana (ilmu yang tidak dipraktekkan pada tempatnya).

Tanpa kebijaksanaan, iman bisa menjadi bencana. Keliru meyakini sesuatu yang tidak layak untuk diyakini, seperti mengimani sesuatu ajaran yang berpandangan keliru.

Oleh karena itu, bijaksana ketika mengasihi, bijaksana ketika menggunakan ilmu, dan bijaksana menempatkan iman dan keyakinan, inilah yang
membuat “hidup” menjadi indah, mudah, dan terarah.

Pentingnya sebuah kebijaksanaan dalam membuat keputusan, bukan hanya berdasarkan kebijakan yang sudah tertulis dalam peraturan. Memang tidak salah apabila keputusan tersebut dibuat berdasarkan peraturan yang sudah ada. Tapi ada kalanya seorang pemimpin perlu sedikit mengambil keputusan yang belum tentu sesuai dengan peraturan yang ada demi kepentingan yang lebih besar.

KH. MOH. ZAINURI, dalam proses tholabul ilmi untuk pertama kalinya beliau berguru pada Ulama setempat yakni di Desa Tebuwung yakni diantaranya KH. Ahmad Zaini Rosyid (Tebuwung), KH. Sabiq Abdullah (Tebuwung), Kyai Syamsul Anam (Tebuwung), Kyai Munir (Ujung Pangkah), KH. Abdullah Faqih (Langitan Tuban Jatim)  dll. Dan Kemudian Dia berguru di Wilayah Jakarta dan Wilayah Jawa Barat kepada Ust. Fahmi (kakak dari Ust. Yusuf Mansur), Abuya Syaifudin Amsir (Rois Syuriyan PBNU), Habib Muhammad Bin Ali Bin Abdur Rahman Al Habsyi (Kwitang - Jakarta), Ki Gede tegal Gubuk (Jabar), Ki Gelung dll, dan kemudian meneruskan menuntut ilmunya ke daerah banten kepada seoarang Ulama' Besar yang Kharismatik yang sangat dikagumi oleh ummat islam beliau adalah KH. Muhammad Dimyati (Abuya Dimyati Pandeglang Banten) putra dari KH. Muhammad Amin Al Bantani.

Beliau juga pernah berguru kepada KH. Mukhlis Batu Ampar Madura dari madura walau hanya beberapa hari, dan kemudian disuruh pulang karena Oleh KH. Mukhlis dianggap sudah cukup keilmuannya untuk didakwahkan ke Tempat kelahiran beliau.

KH. Moh. Zainuri, MK, di desa sekitar dijuluki dengan sebutan Mbah Genuk.